indrianiblog

cerita KKM UMC

cerita KKM UMC

ikut serta dalam KBM Kesenian di SD

Kisi2 soal UAS statistik :
1. Diketahui suatu distribusi normal baku, carilah luas dibawah kurva normal dari daerah yang dibatasi oleh nilai-nilai dibawah ini :
a. P ( Z < 1,43)
b. P ( – 2,16 < Z < – 0,65)

2. Tinggi badan 1000 orang mahasiswa berdistribusi normal dengan rata-rata 174,5 cm dan simpangan baku 6,9 cm. Ada berapa mahasiswa yang tinggi badannya antara 171,5 dan 182 cm

3. Rata-rata tinggi badan mahasiswa di suatu perguruan tinggi swasta 162,6 cm. Ini adalah data tahun lalu yang di yakini tahun ini ada perubahan nilai rata-rata tinggi badan mahasiswa. Kemudian diambil sampel acak sebesar 25 mahasiswa dan diukur rata-rata tinggi badannya 168 cm dan diperoleh simpangan bakunya 6,9. Lakukan pengujian hipotesis dengan taraf nyata 5% apakah rata-rata tinggi badan mahasiswa tahun sekarang masih sama atau tidak dengan 162,6 cm?

4. Jelaskan yang anda ketahui tentang :
a. Hipotesis dan macam bentuk-bentuk hipotesis
b. Validitas dan reabilitas instrumen
c. Populasi dan sampel
d. Pengujian normalitas dan pengujian homogenitas data penelitian
Good Luck Ɣªª•◦•◦☺

 

BAB I

PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara. Karena itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, sebagai lambing kebanggaan nasional, sebagai alat penyatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang social budaya dan bahasa dan sebagai pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai alat perhubungan dalam kepentingan pemerintahan dan kenegaraan.

Bahasa Indonesia memiliki ragam lisan dan tulisan yang kedua-duanya dapat digunakan di dalam situasi formal (resmi) dan situasi tak resmi. Guru selayaknya memperkenalkan bahasa Indonesia kepada siswa-siswa adalah ragam lisan yang formal dan tak formal.

Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa, bukan pengajaran tentang bahasa. Tata bahasa, kosakata, dan sastra disajikan dalam konteks, yaitu dalam kaitannya dengan keterampilan tertentu yang tengah diajarkan, bukan sebagai pengetahuan. Tata bahasa teori pengembangan kosakata, teori sastra sekedar sebagai pendukung atau alat penjelas.

Keterampilan-keterampilan berbahasa yang perlu ditekankan adalah keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) dan keterampilan produktif (menuturkan dan menulis). Pengajaran bahasa diawali dengan pengajaran keterampilan reseptif, keterampilan produktif dapat ikut ditingkatkan.

Fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi. Seorang anak belajar bahasa karena didesak oleh kebutuhannya untuk berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, sedini mungkin anak-anak diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk keperluan berkomunikasi dalam berbagai situasi, yaitu mampu menyapa, mengajukan pertanyaan, menjawab, menyebutkan, mengungkapkan pendapat dan perasaan, dan lain-lainnya.

Di dalam pengajaran, bahasa disajikan secara bermakna sebagai suatu keutuhan, yaitu dalam konteks penggunaannya pada komunikasi, bukan sebagai butiryang terpotong-potong. Sebab, dalam berkomunikasi kalimat yang digunakan bukan kalimat yang terpotong-potong, melainkan kalimat yang saling berkaitan dan bermakna.

B.     Rumusan Masalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000 : 719), bahwa masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan); soal; persoalan. Berdasarkan uraian di atas timbul permasalahan.

  1. Apakah pengertian dari pembelajaran bahasa?
  2. Apakah ruang lingkup dari pengembangan bahasa?
  3. Apakah metode dari pembelajaran bahasa?
  1. C.    Tujuan
  2. Untuk memahami pengertian dari pembelajaran membaca, serta membaca itu sendiri
  3. Untuk mengetahui ruang lingkup dari pengembangan bahasa
  4. Untuk memahami beberapa metode dari pembelajaran bahasa

BAB II

PEMBAHASAN

 A.    Pengertian Pembelajaran Membaca di SD

Pembelajaran membaca adalah suatu kegiatan peningkatan kemampuan siswa dalam keterampilan membaca. Menurut Heilman (1977), membaca adalah interaksi dengan bahasa yang sudah dialihkodekan dalam tulisan. Apabila seseorang dapat berinteraksi dengan bahasa yang sudah dialihkodekan dalam tulisan, orang tersebut dipandang memiliki keterampilan membaca. Apabila dihubungkan dengan siswa di SD, berarti tujuan pembelajaran membaca adalah agar siswa memiliki keterampilan berinteraksi dengan bahasa yang dialihkodekan dalam tulisan. Bahasa yang dialihkodekan dalam tulisan disebut teks.

Membaca merupakan aktivitas (kegiatan) memahami bahasa tulis (teks). Teks merupakan area isi pembelajaran menulis. Artinya, peningkatan kemampuan siswa untuk terampil membaca hanya bisa dilaksanakan apabila siswa belajar berinteraksi melalui teks. Ada 2 aktivitas yang dilakukan oleh pembaca, yakni:

  1. Membaca sebagai proses, yakni mengacu pada kegiatan fisik dan mental
  2. Membaca sebagai produk, yakni mengacu pada konsekuensi dari kegiatan yang dilakukan pada saat proses membaca, misalnya: pembaca menjadi mengetahui bahwa peningkatan keterampilan membaca itu penting, atau setelah dia membaca berita pada Koran, dia jadi mengetahui bahwa landasan untuk pendaratan helicopter George Bush dibangun dengan dana yang tidak sedikit meskipun itu tidak jadi digunakan.

Proses membaca merupakan kegiatan yang kompleks dan rumit. Ada sejumlah aspek yag dituntut dari pembaca. Aspek-aspek itu adalah:

  1. Aspek sensori, yakni kemampuan pembaca untuk memahami symbol-simbol teks
  2. Aspek perceptual, yakni kemampuan pembaca untuk menginterpretasikan symbol-simbol teks (apa yang dilihat dan apa yang tersirat)
  3. Aspek schemata, yakni kemampuan pembaca untuk menghubungkan pesan tertulis dengan struktur pengetahuan dan pengalaman yang telah ada
  4. Aspek berpikir, yakni kemampuan pembaca untuk membuat inferensi dan evaluasi dari teks
  1. Aspek afektif, yakni kemampuan pembaca untuk membangkitkan dan menghubungkan minat dan motivasi dengan teks yang dibaca.

Kelima aspek tersebut harus menciptakan suatu hubungan yang berimbang (harmonis) pada saat proses membaca.

B.     Ruang Lingkup Pengembangan

Pembelajaran merupakan kegiatan guru dan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran membaca di SD adalah suatu kegiatan guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran membaca. Pengembangan pembelajaran merupakan upaya peningkatan pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk itu, ruang lingkup pengembangan pembelajaran adalah upaya peningkatan tujuan pembelajaran. Berarti ruang lingkup pengembangan pembelajaran membaca adalah upaya peningkatan pencapaian tujuan pembelajaran membaca.

Pembelajaran membaca di SD tidak dilaksanakan secara khusus, melainkan pembelajaran itu dilaksanakan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pembelajaran itu dilaksanakan kepada siswa mulai dari kelas I sampai kelas VI oleh guru yang bertugas mengajar di kelas itu. Terdapat perbedaan orientasi dan focus pembelajaran antara pembelajaran membaca di kelas I dan II dengan pembelajaran membaca di kelas III, IV, V dan VI. Di kelas I dan II, pembelajaran membaca dan menulis dipadukan menjadi satu kegiatan pembelajaran atau lazim diistilahkan dengan MMP (Membaca Menulis Permulaan). Di kelas III, IV, V dan VI, pembelajaran MMP tidak dilaksanakan karena pembelajaran membaca dan menulis sudah dipisahkan atau tidak disatukan seperti di kelas I dan II.

C.    Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).

Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan.

 D.    Metode Pembelajaran Membaca

Ada beberapa metode dalam pengajaran membaca permulaan. Berikut ini adalah metode membaca permulaan dan langkah pelaksanaannya.

  1. Metode Abjad

Metode abjad memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan langkah:

  1. Mengenalkan/membaca beberapa huruf, misalnya b, u, d, i.
  2. Merangkai huruf menjadi suku kata, misalnya:

b.u – bu           (dilafalkan be.u – bu)

d.i – di             (dilafalkan de.i – di)

  1. Menggabungkan suku kata yang sudah dihafalkan, misalnya:

i – tu                (dilafalkan i – te.u – tu – i.tu)

bu – di             (dilafalkan be.u – bu, de.i – di – bu.di)

  1. Merangkaikan kata menjadi kalimat, misalnya:

itu

budi

itu budiMetode Bunyi

Metode bunyi sebenarnya sama dengan metode abjad. Bedanya terletak pada cara pelafalan atau mengeja huruf. Metode abjad melafalkan huruf sebagaimana kita menyebut abjad, misalnya:

b dilafalkan dengan be

d dilafalkan dengan de

Metode bunyi melafalkan huruf sebagaimana bunyinya,

b dilafalkan dengan eb atau beh

d dilafalkan dengan ed atau deh

  1. Metode Suku Kata

Metode suku kata memulai pengajaran membaca permulaan dengan menyajikan kata-kata yang sudah dikupas menjadi suku kata. Kemudian suku-suku kata itu dirangkaikan

menjadi kata, dan langkah terakhir merangkai kata menjadi kalimat, misalnya:

i – tu                 dibaca itu

bu – di              dibaca budi

Kemudian dirangkai menjadi kalimat:

itu budi

  1. Metode Kata Lembaga

Metode kata lembaga mulai mengajar membaca permulaan dengan langkah-langkah:

  1. Mengenalkan kata, misalnya:

mina

  1. Menguraikan kata menjadi suku kata, misalnya:

mi – na

  1. Menguraikan suku kata atas huruf-huruf, misalnya:

m – i – n – a

  1. Menggabungkan huruf menjadi suku kata, misalnya:

mi – na

  1. Menggabungkan suku kata menjadi kata, misalnya:

Mina

  1. Metode Global (metode kalimat)
    1. Membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar, misalnya:

ini maya

  1. Kalau anak sudah hafal dilanjutkan dengan membaca kalimat tanpa bantuan gambar.

ini maya

  1. Menguraikan kalimat menjadi kata-kata,

ini        maya

  1. Menguraikan kata-kata menjadi suku kata,

i-ni                   ma-ya

  1. Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf,

i – n – i                        m – a – y – a

  1. Metode Struktural Analitik dan Sintetik (SAS)

SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan mengenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap,yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk mambangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Dan akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri.

Metode SAS memulai pengajaran membaca permulaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Guru bercerita atau bertanya jawab dengan siswa disertai dengan gambar (gambar sebuah keluarga
  1. Membaca beberapa gambar, misalnya: gambar ibu, gambar ayah, gambar budi.
  2. Membaca beberapa kalimat dengan gambar, misalnya:

Di bawah gambar seorang ibu terdapat bacaan “ini ibu budi”

Di bawah gambar seorang ayah terdapat bacaan “ini bapak budi”

Di bawah gambar seorang anak laki-laki terdapat kalimat “ini budi”.

  1. Setelah anak hafal membaca kalimat dengan bantuan gambar, dilanjutkan membaca tanpa bantuan gambar, misalnya:

ini ibu budi

ini bapak budi

ini budi

  1. Menganalisis sebuah kalimat menjadi kata, suku kata, dan huruf serta mensitesiskan kembali menjadi kalimat, misalnya:

ini budi

ini budi

ini        budi

ini        budi

i ni       bu di

i ni       bu di

i n i      b u d i

i n i      b u d i

i ni       bu di

i ni       bu di

ini budi

ini budi

BAB III

PENUTUP

  1. A.    Kesimpulan

Pembelajaran adalah upaya mengkreasi lingkungan dimana struktur kognitif murid dapat muncul dan berubah. Tujuannya adalah menyediakan pengalaman belajar yang member kesempatan murid mempraktikkan operasi-operasi itu. Pada  hakikatnya,  aktivitas  membaca  terdiri  dari  dua  bagian,  yaitu membaca  sebagi  proses  dan  membaca  sebagai  produk.  Membaca sebagai  proses mengacu  pada  aktivitas  fisik  dan  mental.  Sedangkan  membaca  sebagai  produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca. Proses  membaca  sangat  kompleks  dan  rumit  karena  melibatkan  beberapa aktivitas,  baik  berupa  kegiatan  fisik  maupun  kegiatan  mental.  Proses  membaca terdiri  dari  beberapa  aspek.  Aspek-aspek  tersebut

  1. Aspek  sensori,  yaitu kemampuan  untuk  memahami  simbol-simbol  tertulis,
  2. Aspek  perceptual,  yaitu kemampuan  untuk  menginterprestasikan  apa  yang  dilihat

sebagai  simbol,

  1. Aspek  schemata,  yaitu  kemampuan  menghubungkan  informasi  tertulis  dengan struktur  pengetahuan  yang  telah  ada,
  2. Aspek  berfikir,  yaitu  kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari, dan
  3. Aspek afektif, yaitu yang berkenaan dengan dengan minat pembaca yang berpenglaman terhadap kegiatan  membaca.

Interaksi  antara  kelima  aspek  tersebut  secara  harmonis  akan menghasilkan  pemahaman  membaca  yang  baik,  yakni  terciptanya  komunikasi yang  baik antara penulis dengan pembaca. Membaca  merupakan  salah  satu  jenis  kemampuan  berbahasa  tulis  yang bersifat  reseptif,  disebut  reseptif  karena  dengan  membaca  seseorang  akan memperoleh  informasi,  memperoleh  ilmu  dan  pengetahuan  serta  pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh dari bacaan dan memungkinkan sesorang mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandanannya dan memperluas wawasannya (Zuchdi dan Budiasih,1996/1997:49).

Membaca  adalah  proses  aktif  dari  pikiran  yang  dilakukan  melalui  mata terhadap  bacaan.  Dalam  kegiatan  membaca,  pembaca  memproses  informasi  dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna (Vacca,1991:172). Menurut  Bowman  (1993:  70-71) membaca  merupakan  sarana  yang  tepat untuk  mempromosikan  suatu  pembelajaran  sepanjang  hayat  (life-long  learning). Dengan  mengajarkan  kepada  anak  cara  membaca  berarti  memberi  anak  tersebut sebuah  sebuah  masa  depan  yaitu  memberi  suatu  teknik  bagaimana  cara mengeksplorasi  “dunia”  manapun  yang  dia  pilih  dan  memberikan  kesempatan untuk mendapatkan tujuan hidupnya.

Membaca  merupakan  salah  satu  diantara  empat  keterampilan  berbahasa (menyimak,  berbicara,  membaca  dan  menulis)  Karena  membaca  tidak  hanya untuk  memperoleh  informasi,  tetapi  berfungsi  sabagai  alat  untuk  memperluas pengetahuan  bahasa  seseorang.  Dengan  demikian,  anak  sejak  awal  SD  perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca permulaan .

Segala  macam  informasi  dan  perkembangan  zaman  dapat  diikuti  dari media  elektronik  (misalnya  TV),  ataupun  media  cetak  dengan  membaca.  Kedua macam  media  tersebut  mempunya  kelebihan  dan  kekurangan Media  elektonik dapat  lebih  santai  tinggal  menonton  tayangan  di  TV.  Kelemahannya,  tayangan tersebut tidak dapat ditonton ulang apabila kita membutuhkan informasi tersebut. Media  cetak  dengan  cara  membaca  mempunyai  kekurangan  dari  segi  pembaca yaitu  ketersediaan  waktu  yang  kurang  mencukupi  dalam  membaca,  kurangnya kemampuan  memahami  teks  bacaan,  rendahnya  motivasi  dalam  membaca, kurangnya kebiasaan dalam membaca dan lain sebagainya. Apabila dibandingkan dengan  media  elektronik  ,  kegiatan  membaca  mempunyai  kelebihan  yakni  teks bacaan  tersebut  dapat  dibaca  ulang  apabila  informasi  tersebut  sewaktu-waktu diperlukan.

Daftar Pustaka

http://abeng4531.blogspot.com/2012/05/pengembangan-pembelajaran-ketrampilan.html

http://satriyo9.blogspot.com/2011/01/hakekat-pembelajaran-bahasa-indonesia.html?spref=bl

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Resmini, Novi. dkk. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Edisis Kesatu. Bandung: UPI Press.

Solehan, T.W, dkk. 2001. Hakikat pendekatan, prosedur dan strategi pembelajaran bahasa Indonesia- system pembelajaran bahasa Indonesia (modul UT). Jakarta. Pusat penerbitan UT.

inilah saat indah bersama sahabat ku,
adalah kebersaaan yang penuh cinta
rindu ..

Image

kasihku

ingin kulukiskan senyummu,selembut kabut

walau pias menyelimuti

ditiap relung jiwaImage

 

BAB I

PENDAHULUAN

Ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya di dasari oleh teori psikologi pembelajaran yang pada saat ini sedang popular dibicarakan oleh para pakar pendidikan. Pembicaraan mengenai pembelajaran matematika di sekolah, tidak akan pernah bisa terlepas dari teori psikologi yang mendasarinya.

Pembelajaran adalah proses pembentukan diri peserta didik untuk menjadi manusia yang seutuhnya, sehingga tidak sepantasnya melalui “trial and error”. Siswa adalah manusia yang sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan.

Materi yang disajikan dalam makalah ini akan membahas mengenai aliran psikologi tingkah laku, yang mengurai aliran psikologi dari Thorndike, Skinner, Ausebel, Gagne, Pavlov dan Baruda. Kemudian membahas mengenai aliran psikologi kognitif dengan uraian teori dari Piaget, Bruner, Brownell, Dewey, Skemp, Dienes, dan Van Hiele.

Pemilihan metode mengajar tentunya bergantung dari strategi pembelajaran yang telah dipilih. Suatu pembelajaran yang efektif mensyaratkan pemilihan metode yang efektif pula. Metode yang diterapkan dalam suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sedangkan suatu metode dikatakan efisien apabila penerapannya dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan tersebut relative menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu yang minimum.

Terdapat banyak metode dalam pembelajaran matematika yang dapat digunakan dan diterapkan di tingkat SD, antara lain metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, drill and practice, Tanya jawab, diskusi, permaian, laboratorium, kegiatan lapangan, karya wisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, proyek dan pengajaran beregu.

A. LATAR BELAKANG

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman, yang menuju arah lebih baik dan dapat diukur. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya untuk menata lingkungan yang meberi nuansa agar program belajar-mengajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian, proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri peserta didik, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan adanya rekayasa perilaku.

Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih sistematik dan terarah daripada hanya berasal dari pengalaman hidup dalam masyarakat. Belajar yang diiringi proses pembelajaran, memerlukan peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.

Sebelum bicara lebih lanjut mengenai belajar dan pembelajaran, dalam makalah ini anda akan cukup banyak mempelajari teori-teori yang pernah muncul dan dijadikan sandaran berpikir untuk menentukan kebijakan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Anda akan mendiskusikan berbagai teori terkemuka mengenai psikologi pembelajaran matematika, yang secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua kelompok teori, yakni teori yang didasrkan pada psikologi tingkah laku dan aliran psikologi kognitif.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan Masalah dalam Teori Belajar – Mengajar Sekolah Dasar ini berdasarkan Latar Belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat di rumuskan permasalahan yaitu tentang :

  1. Teori belajar-mengajar matematika sekolah dasar.
  2. Model dalam pembelajaran matematika, khususnya di sekolah dasar.
  3. Berbagai macam strategi dalam pembelajaran matematika, khusunya di sekolah dasar.
  4. Berbagai macam metode dalam pembelajaran matematika, khusunya di sekolah dasar.
  5. Berbagai macam teknik dalam pembelajaran matematika, khususnya di sekolah dasar.

    C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

    Pokok bahasan mengenai bilangan memang merupakan cukup menarik dan luas, karena dapat menjangkau banyak bahasan yang terkai dengan teori bilangan. Namun agar pembahasan kali ini lebih terfokus, maka pada makalah ini target yang akan dicapai yakni :

    1. Memahami teori belajar-mengajar matematika sekolah dasar.
    2. Menggunakan teori belajar-mengajar matematika sekolah dasar.
    3. Memahami berbagai model dalam pembelajaran matematika, khususnya di sekolah dasar.
    4. Memahami berbagai macam strategi dalam pembelajaran matematika, khusunya di sekolah dasar.
    5. Memahami berbagai pendekatan dalam pembelajaran matematika, khusunya di sekolah dasar.
    6. Memahami berbagai macam metode dalam pembelajaran matematika, khusunya di sekolah dasar.
    7. Memahami berbagai macam teknik dalam pembelajaran matematika, khususnya di sekolah dasar.
    8. Menggunakan model, strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran matematika di sekolah dasar. 

      BAB II

      PEMBAHASAN

      A.PSIKOLOGi PEMBELAJARAN MATEMATIKA

      Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya di dasari oleh teori psikologi pembelajaran yang pada saat ini sedang popular dibicarakan oleh para pakar pendidikan. Pembicaraan mengenai pembelajaran matematika di sekolah, tidak akan pernah bisa terlepas dari teori psikologi yang mendasarinya. Ya, mungkin dapat diibaratkan seperti rasa manis yang melekat pada gula. Jika sifat manisnya hilang, bukan lgi gula namanya. Sebaliknya, kita melepaskan psikologi pembelajaran, maka segala aktifitas yang kita lakukan bukan lagi sebagai proses pembelajaran.

      Pembelajaran adalah proses pembentukan diri peserta didik untuk menjadi manusia yang seutuhnya, sehingga tidak sepantasnya melalui “trial and error”. Siswa adalah manusia yang sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan.

      Materi yang disajikan dalam makalah ini akan membahas mengenai aliran psikologi tingkah laku, yang mengurai aliran psikologi dari Thorndike, Skinner, Ausebel, Gagne, Pavlov dan Baruda. Kemudian membahas mengenai aliran psikologi kognitif dengan uraian teori dari Piaget, Bruner, Brownell, Dewey, Skemp, Dienes, dan Van Hiele.

      Bagi guru atau calon guru matematika, mempelajari makalah ini akan sangat berguna dalam mengembangkan profesionalisme dirinya sebagai seorang guru matematika. Karena dengan menguasai materi ini dan aplikasinya, akan meningkat pula wawasan dan pengetahuan untuk melaksanakan proses pembelajaran matematika di dalam kelas.

      Tidak hanya tingkat kedalaman konsep dan keluasan materi yang akan diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan tingkat kemapuannya, cara penyampaian pun demikian juga seharusnya. Guru harus mampu mengetahui tingkat perkembangan mental siswa dan bagaimana pembelajaran yang harus dilaksanakan sesuai dengan tahapan perkembangan tersebut. Pembelajaran yang tidak memperhatikan tahap perkembangan mental siswa, kemungkinan besar akan menyebabkan siswa merasa kesulitan, karena apa yang disajikan tidak sesuai dengan kemampuannya menyerap bahan ajar.

      B.ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU

      1.    Aliran Latihan Mental (Mental Discipline)

      Aliran latihan mental ini memiliki keyakinan bahwa otak adalah seperti otot, terdiri dari gumpalan-gumpalan yang disebut fakulti. Karena otak itu seperti otot, maka agar otak menjadi lebih kuat haruslah senantiasa dilatih. Makin keras dan kuat latihannya, hasilnya akan semakin baik. Berdasarkan keprcayaan ini, maka pelajaran yang dianggap sukar seperti bahasa latin dan matematika (khususnya geometri) menjadi pelajaran yang dianggap paling cocok untuk melatihnya. Oleh karenanya, kedua mata pelajaran ini diwajibkan untuk diajarkan di setiap sekolah. Bukan karena kegunaan atau keindahannya, melainkan karena sukarnya.

      Aliran latihan mental ini terus dianut sampai awal abad ke-20 sewaktu para ahli psikologi membantah kebenaran aliran itu, dengan menyatakan bahwa tidak benar bahwa otak terdiri dari fakulti-fakulti. Karena itu melatih otak bukanlah seperti melatih otot, melainkan dengan pengaitan. Konsep yang akan dipelajari siswa haruslah dikaitkan dengan konsep yang sebelumnya. Makin kuat kaitannya, maka akan makin baik pula hasil belajarnya. Tokoh terkenal yang mengemukakan teori ini adalah Thorndike dan teorinya biasa disebut aliran pengaitan (connectionism atau stimulus-respon).

      2.   Teori Thorndike

      Edward L. Thorndike (1874-1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Low Of Effect. Menurut hokum ini, belajar akan lebih berhasil jika respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti oleh rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini timbul karena adanya pujian atau ganjaran. Stimulus yang demikian termasuk reinforcement (penguatan).

      Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon (S-R). berikut ini beberapa dalil yang dikemukakan oleh Thorndike, yakni : hokum kesiapan (law of readiness), hokum latihan (law of exercise), dan hokum akibat (law of effect).

      Hokum Kesiapan menerangkan bagaimana seorang anak dalam melakukan sesuatu anak akan lebih berhasil belajarnya jika dirinya siap untuk melakukan kegiatan belajar. Hukum Latihan pada dasarnya mengemukakan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan yang kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, begitu pula sebaliknya. Kenyataan bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang sifatnya teratur, bentuk pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya tersaji dengan menarik.

      Hokum Akibat memberikan kesimpulan bahwa kepuasan anak sebagai akibat pemberian ganjaran dari guru, akan membuat anak tersebut cenderung untuk berusaha melakukan dan meningkatkan lagi apa yang telah dicapainya. Di samping itu, Thorndike mengemukakan bahwa kualitas S-R akan menentukan kualitas hasil belajar siswa. Makin banyak dan baik kualitas S-R, akan memberikan dampak makin banyak dan baik pula kualitas hasil belajar siswa.

      Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam pembelajaran sehari-hari disekolah dasar adalah bahwa :

      a.       Dalam menjelaskan konsep tertentu, guru sebaiknya memberikan contoh yang sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari siswanya. Begitu pula penggunaan alat perag dari alam akan lebih dihayati siswa.

      b.      Metode pemberian tugas, metode latihan menghafal (drill and practice) dipandang cocok. Dengan penerapan metode tersebut siswa akan banyak memperoleh stimulus yang diberikan akan lebih banyak juga.

      c.       Sebaiknya metri disusun dari tahap yang paling mudah ke yang paling sukar, sesuai dengan tingkatan kelas dan tingkatan sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah akan menuntun untuk menguasai materi selanjutnya yang lebih sukar. Atau dengan kata lain, topic / konsep prasyarat harus dikuasai terlebih dahulu untuk dapat memahami topic/konsep selanjtnya.

      3.    Teori Skinner

      Burchus Frederic Skinner terkenal dengan teori belajar bersyarat aktif, yakni menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan memiliki peranan yng sangat dalam proses belajar seseorang. Menurutnya, penguatan (reinforcement) terdiri dari penguatan yang bersifat positif dan negatif.

      Yang termasuk penguatan yang berifat positif diantaranya adalah hadiah atau pujian yang diberikan kepada siswa. Sementara itu, penguatan yang bersifat negatif biasanya ditunjukkan dengan pemberian hukuman yang proposional jika siswa melakukan kesalahan. Namun yang perlu diingat, bahwa penguatan akan berbekas pada diri siswa, sehingga kita sebagai guru harus berhati-hati dalam memberikan penguatan itu. Jangan sampai siswa menjadi ketagihan dengan hadiah dari gurunya, atau mungkin siswa semakin benci karena hukuman yang diterimanya. Janganlah pula meberikan penguatan atas respon siswa jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.

      4.   Teori Ausebel

      Teori ini terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai (advance organizer). Tokoh yang mengemukakannya adalah David Ausebel. Ia pun membedakan antara belajar menerima dengan belajar menemukan. Pada belajar menerima, bentuk akhir dari yang diajarkan itu diberikan. Sedangkan pada belajr menemukan, bentuk akhir dari yang diajrkan itu harus dicari oleh siswa.

      Ausebel juga membedakan antara belajar menghafal dan belajar bermakna. Belajar menghafal ialah belajar melalui menghafalkan apa saja yang telah diperoleh, sedangkan belajar bermakna ialah belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya, kemudian dikaitkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingg belajarnya lebih mengerti.

      Selanjutnya, Ausebel juga mengemukakan bahwa ekspositori adalah metode mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal ini ia nyatakan berdasarkan hasil penelitiannya, bahwa baik belajar menemukan maupun belajar menerima (dengan ekspositori), keduanya dapat menjadi belajar menghafal atau bermakna.

      5.    Teori Gagne

      Berdasrkan pendapat Robert M. Gagne, dalam matematika itu terdapat 2 objek yang bisa diperoleh siswa, yakni objek langsung dan tak lngsung. Objek langsung yang diperoleh siswa antara lain :

      a.       Fakta, yaitu objek matematika yang tinggal menerimanya, missal : ruas garis, angka, sudut, dan symbol/notasi matematik lainnya.

      b.      Keterampilan, yaitu kemampuan untuk memberi jawaban benar dan cepat.

      c.       Konsep, adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda kedalam contoh dan non-contoh.

      d.      Aturn/Prinsip, merupakan objek paling abstrak, dapat berupa sifat, dalil, atau teori.

       

      Sedangkan yang termasuk objek tak langsung antara lain :

      a.       Kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah.

      b.      Kemandirian dalam belajar dan bekerja.

      c.       Bersikap positif dalam matematika.

      d.      Mengetahui bagaimana semestinya belajar, dan sebagainya.

      Menurut Gagne, belajar dapt dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu :

      a.       Belajar Isyarat (signal), yakni belajar sesuatu yang tidak pernah diniatkan/disengaja, sebagai akibat suatu stimulus yang dapat menimbulkan realisasi emosional. Misalnya perasaan senang terhadap matematika karena sikap gurunya yang menyenangkan.

      b.      Stimulus – Respon, yakni belajar yang diniati dan responnya bersifat jasmaniah (fisik). Misalnya siswa meniru guru menyanyikan sebuah lagu setelah guru mengucapkannya.

      c.       Rangkainan Gerak (motor chaining), yakni perbuatan jasmaniah yang terurut dari dua kegiatan stimulus-respon atau mungkin juga lebih dari dua kegiatan. Misaknya : melukis lingkaran dengan menggunakan jangka, mengukur panjang meja dengan mistar ataupun mengendarai sepeda.

      d.      Rangkaian Verbal (verbal claining), yaitu perbuatan lisan terurut dari dua atau lebih kegiatan stimulus-respon. Misalnya : menyatakan atau mengemukakan pendapat mengenai suatu konsep.

      e.       Membedakan (description), adalah belajar memisah-misahkan rangkaian (chaining) yang bervariasi. Misalnya : jenis-jenis segitiga berdasarkan besar sudutnya, antara lain : lancip, siku-siku, dan tumpul.

      f.       Pembentukan Konsep (concept formation), adalah belejar melihat dan mengenal sifat bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Belajar ini pun sering kali disebut sebagai belajar pengelompokan.

      g.      Pembentukan Aturan. Pada tipe belajar ini, siswa diharapkan mampu memberikan respon terhadap semua stimulus dengan segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah kemampuan menggunakannya. Misalnya siswa dapat menyebutkan rumus phytagoras, dan dituntut juga untuk mampu menggunakan rumus tersebut.

      h.      Pemecahan masalah (problem solving), yaitu belajar yang lebih tinggi kedudukannya dan lebih kompleks daripada pembentukan aturan. Sesuatu merupakan masalah bagi seseorang jika sesuatu itu :

      ª  Bersifat baru

      ª  Sesuai dengan kondisi mental orang yang memecahkan masalhnya

      ª  Memiliki pengetahuan prasyarat.

      Dalam pemecahan masalah, Gagne berpendapat ada 5 langkah yang harus ditempuh, yaitu :

      a.       Menyajikan masalah dalm bentuk yang lebih jelas.

      b.      Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan).

      c.       Menyususn hipotesis-hipotesis alternative dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk diperlukan dalam memecahkan masalah.

      d.      Menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk mengetahui hasilnya (mengumpulkan data, pengolahan data, uji instrument, dan lain-lain).

      e.       Memeriksa kembali hasil yang diperoleh dan mungkin memilih alternative pemecahan masalah yang baik.

      6.    Teori Pavlov

      Pavlov adalah ilmuwan Rusia yang terkenal dengan teori belajar klasik. Pada akhir abad ke-19 ia melakukan penelitian tentang pencernaan. Pada sebagian penelitiannya ia melakukan pengamatan terhadap tingkah laku anjing. Pavlov mencoba menemukan hubungan antara anjing yang melihat makanan dengan keluar air liurnya.

      Pada mulanya anjing itu dikurung, lalu diberi makanan. Sebelum makanan itu diberikan, Nampak anjing itu mengelurkan air liurnya. Kemudian anjing itu diberi makan terus seperti biasanya, namun sebelum diberi makan bunyikanlah sebuah bel. Seperti biasanya anjing itu mengelurkan air liurnya. Akhirnya dicoba menyembunyikan bel tanpa memberikan makanan, ternyata anjing itu tetap mengeluarkan air liurnya.

      Apa yang dikemukakan Pavlov tersebut merupakan suatu pembiasaan (conditioning). Dalam hubungannya dengan proses belajar-mengajar, agar siswa belajar dengan baik, maka haruslah dibiasakan. Misalnya agar siswa terbiasa mengerjakan soal pekerjaan rumah (PR) dengan baik, sebagai guru sebaiknya.membiasakan untuk memeriksanya, menjelaskannya, ataupun memberikan nilai terhadap hasil pekerjaan siswanya.

      7.    Teori Baruda

      Albert Baruda mengemukakan bahwa seseorang itu belajar melalui proses meniru. Maksud meniru disini bukanlah mencontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain. Ia melakukan percobaan bersama dengan rekan-rekannya untuk menemukan adanya pengaruh antara model-model (yang telah dilate khusus untuk bertingkah laku tertentu) terhadap orang-orang yang melihatnya.

      Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah bahwa seseorang yang terbiasa melihat orang lain (model) berbuat jahat, maka ia cenderung untuk berbuat jahat, begitu pun sebaliknya. Dengan demikian, implikasi teori ini dalam pembelajaran adalah guruharus menjadi model yang professional, yang layak untuk ditiru siswanya. Seperti sebuah pameo, “guru, digugu dan ditiru”, bukan lantas “guru, digugu walaupun keliru”.

       

      C.ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF

      A.  Aliran Pendidikan Progresif

      Tokoh yang berada dibalik aliran ini adalah John Dewey, yang berpendapat bahwa siswa akan belajara sesuatu sesuai dengan keperluannya. Dewey pun memberikan penekanan bahwa dalam proses belajar-mengajar sebaiknya konsep yang disajikan seharusnya lebih mengutamakan pengertian, dan gurur sebaiknya menunggu siswa siap untuk belajar atau mengatur suasana agar siswa bisa belajar lebih cepat.

      Dari uraian diatas, dalam penyajian pelajaran sebaiknya guru tidak memberikan konsep yang diterima begitu saja oleh siswa, namun harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut (lebih menekankan proses dari pada hasil). Untuk itu guru harus bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif.

      B.   Aliran Psikologi Gestalt

      Aliran psikologi gestalt memandang bahwa pembelajaran haurs ditekankan kepada pengertian dan penuh makna (meaningful learning, atau meaning theory). Salah satu tokoh penting yang mengemukakan pandangan ini dalam matematika adalah William Brownell (sekitar tahun 1930-an). Pandangan Brownell ini didasarkan atas kenyakinan bahwa anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus-menerus untuk waktu yang lama.

      Alah satu cara bagi anak untuk mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan benda-benda tertentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai contoh, pada saat anak-anak baru pertama kali diperkenalkan dengan konsep membilang, mereka akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda konkret yang mereka kenal, seperti : mangga, kelereng, bola, atau sedotan. Dengan kata lain, teori belajara William Brownell ini mendukung penggunaan benda-benda konkret untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajarai.

      C.   Teori Perkembangan Mental dari Piaget

      Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Sejak masa remaja, dia sangat tertarik dengan filsafat. Hal inilah yang mengarahkan minat besarnya kepada epstomologi, suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan. Piaget dikenal sebagai ahli ilmu jiwa yang juga berhasil memperoleh gelar doctor dalam bidang biologi (Setiono, 1983 : 12).

      Piaget menyakini bahwa proses berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Piaget yakin bahwa anak bukan merupakan replica dari orang dewasa. Anak bukan hanya berfikir kurang efisien dibandingkan orang dewasa, melainkan juga berfikir secara berbeda dengan orang dewasa. Hal inilah yang menyebabkan Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari mulai anak sampai menjadi orang dewasa (Suparno : 2000).

      Ia mengadakan penelitian kepada anak-anak orang barat dimulai dengan penelitian kepada anaknya sendiri. Dari penelitian itu timbullah teori belajarnya yang biasa disebut “Teori Perkembangan Mental Manusia”. Perkataan “mental” pada teori itu biasa disebut “intelektual” atau “kognitif”. Teorinya disebut teori belajar sebab berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu belajar. Teorinya ini menetapkan ragam dari tahap-tahap perkembangan intelektual manusia dari lahir samapi dewasa serta ciri-cirinya dari setiap tahap itu (Ruseffendi, 1991 : 132).

      Menurut teori Piaget, perkembangan mental manusia itu tumbuh secara kronologis melalui empat tahap yang berurutan. Empat tahap yang dimaksudkan oleh teori perkembangan kognitif dari Piaget tersebut adalah sebagai berikut :

      a.       Tahap sensori motor (dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun).

      b.      Tahap pra-operasional (umur dari sekitar 2 tahun sampai sekitar 7 tahun).

      c.       Tahap operasi konkret (umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 12 tahun).

      d.      Tahap operasi formal (umur dari sekitar 12 tahun sampai dewasa).

      Beberapa ciri utama pada setiap tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut :

      a.    Tahap Sensori-Motor (Sensori-Motor Stage)

      Pada tahap ini anak mengembangkan konsep pada dasrnya melalui interaksi dengan dunia fisik. Para guru tidak terkait secara langsung dengan anak-anak atau bayi seperti ini. Namun, para guru perlu mengetahui dan menyadari bahwa sejak usia ini dasar-dasar pertumbuhan mental dan belajar matematika sudah mulai dikembangkan. Secara lebih terperinci, beberapa ciri tahap sensori-motor adalah sebagai berikut :

      1)      Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan gerak jasmaninya.

      2)      Anak berfikir/belajar melalui perbuatan dan gerak.

      3)      Anak belajar mengaitkan symbol benda dengan benda konkretnya, hanya masih sukar. Missal : mengaitkan penglihatan mentalnya dengan penglihatan real dari benda yang disembunyikan.

      4)      Mulai mengotak-atik benda.

      b.    Tahap Pra-Operasional (Pre-Operasional Stage)

      Pada tahap ini anak sudah menggunakan bahasa untuk menyatakan suatu ide, tetapi ide tersebut masih sangat tergantung pada persepsinya. Pada tahap ini anak telah mulai menggunakan symbol, dia belajar untuk membedakan antara kata atau istilah tersebut. Pada tahap ini anak juga sudah mulai mengenal ide tentang “kekekalan”, “tidak berubah”, atau “konservasi” yang sederhana, walaupun belum sempurna benar. Anak tidak melihat abahwa banyaknya objek adalah tetap atau tidak berubah, tanpa memperhatikan susunan ruang yang ditempati objek tadi.

      Tahap pra-operasional ini dibagi kedalam tahap berfikir prakonseptual dan tahap berfikir intuitif (Ruseffendi, 1991). Adapun tahap ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Ruseffendi, 1991 ; Bybee, 1982) :

      1)      Sebaran umur dari sekitar tahun 2 tahun sampai sekitar 7 tahun, tahpa berfikir pra-konseptual sekitar 2-4 tahun, tahap berfikir intuitif sekitar 4-7 tahun.

      2)  Bila kita bandingkan pada tahap ini anak berfikir internal (penghayatan kedalam) sedangkan pada tahap sensori-motor dengan gerak atau perbuatan. Anak pada tahap pra-konseptual memungkinkan representasi sesuatu itu dengan bahasa, gambar, dan khayalan. Penilaian dan perkembangan anak pada tahap berfikir intuitif didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, bukan kepada penalaran.

      3)      Anak mengkaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar dengan pengalaman pribadinya. Anak mengira pada cara berfikir dan pengalamannya dimiliki pula oleh orang lain. Misalnya bila ia melihat sebuah gambar terbalik dari sisi meja yang satu, mengira bahwa temannya yang berhadapan dengan dia di sisi lain dari meja itu terlihat gambar itu terbalik pula. Karena itu kita akan menemukan bahwa anak-anak pada tahap ini sangat egois (egosentris).

      4)      Anak mengira bahwa benda tiruan memiliki sifat-sifat benda yang sebenarnya (animisme).

      5)      Anak pada tahap ini tidak dapat membedakan kejadian yang sebenarnya (fakta) dengan khayalannya (fantasi).

      6)      Anak berpendapat bahwa benda-benda itu berbeda jika kelihatannya berbeda, dengan kata lain :

      a)      Anak belum memiliki konsep kekekalan banyak.

      b)      Anak belum memiliki konsep kekekalan materi (zat)

      c)      Anak belum memiliki konsep kekekalan panjang

      d)     Anak belum memiliki konsep kekekalan luas

      e)      Anak belum memiliki konsep kekekalan berat

      f)       Anak belum memiliki konsep kekekalan isi

      7)      Pada tahap ini anak kesulitan membalikkan dan mengulang pemikiran (perbuatan), sehingga anak pada tahap ini kesulitan melakukan operasi invers.

      8)      Anak sulit memikirkan dua aspek atau lebih dari suatu benda secara serempak.

      9)      Anak tidak berfikir induktif maupun deduktif, tetapi anak berfikir transduktif.

      10)  Anak mampu memanipulasi benda konkret.

      11)  Anak mulai dapat membilang menggunakan benda konkret, misalnya jari tangan.

      12)  Pada tahap akhir ini anak dapat memberikan alas an atas keyakinannya, dapat mengelompokkan benda berdasarkan satu sifat khusus yang sederhana, dan mulai dapat memahami konsep yang sederhana.

      13)  Anak belum dapat memahami korespondensi satu-satu untuk memahami banyaknya (kesamaan dan ketidaksamaan).

      14)  Anak kesulitan memahami konsep ketakhinggaan dan pembagian tak terbnatas dari sebuah ruas garis atas ruas garis-ruas garis yang lebih kecil panjangnya.

      Mirip dengan ciri ke-12 diatas, Piaget (Crain, 1980) mengemukakan bahwa pada tahap pra-operasional, anak kesulitan untuk mengklasifikasikan objek secara kompleks. Misalnya dari 20 bola kayu, 18 bola berwarna coklat dan 2 bola berwarna putih. Ketika anak ditanya manakah yang lebih banyak, bola kayu atau bola yang berwarna coklat??? Maka anak akan menjawab coklat yang lebih banyak.

      c.     Tahap Operasi Konkret (Concrete Operasional Stage)

      Selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dan model-model ide abstrak. Bahasa merupakan alat yang sangat penting untuk menyatakan dan mengingat konsep-konsep. Pada tahap ini anak sudfah mulai berfikir logis. Befikir logis ini terjadi sebagai akibat adanya kegiatan anak memanipulasi benda-benda konkret. Oleh sebab itu pada tahap ini sudah dapat diterima dengan mantap oleh anak.

      Sebagai contoh, kita ambil dua gelas yang sama ukurannya. Masing-masing gelas diisi dengan air yang sama banyak volumenya. Kedua gelas yang berisi air tersebut ditunjukkan kepada seorang anak. Kita tanyakan kepada dia “apakah sama ataukah tidak banyaknya air dalam kedua gelas ini???” menurut Jean Piaget, anak-anak akan menjawab “sama benyaknya”. Selanjutnya, air dalam salah satu gelas tadi dituangkan semuanya pada sebuah gelas yang tinggi dan garis tengahnya lebih kecil. Sekarang kedua gelas yang berisi air itu kita tunjukkan kepada anak tadi. Ajukan pertanyaan yang sama kepada anak itu. Menurut Jean Piaget, anak akan tetap menjawab sama banyaknya. Alasannya adalah karena (1). Tampak lebih tinggi, (2) anak menggunakan pikiran logis, (3) anak berada pada tahap berfikir operasi konkret.

      Kita juga banyak menjumpai sifat kekekalan pada konsep bilangan, contohnya antara lain :

      3 = 1 + 2 = 1 + 1 1 = 5 – 2 = 12 : 4 = 1 x 3 = 3

      5 x 4 = 4 x 5, atau

      0,25 =  = 25 % dan lain sebagainya.

      Umur anak ketika mulai memahami konsep kekalan adalah sebagai berikut :

      1)      Konsep kekekalan bilangan, sektar 5 – 7 tahun.

      2)      Konsep kekekalan banyaknya zat, umur 7 – 8 tahun.

      3)      Konsep kekekalan panjang, sekitar 7 – 8 tahun.

      4)      Konsep kekekalan luas, sekitar 8 – 9 tahun.

      5)      Konsep kekekalan berat, sekitar 9 – 10 tahun.

      6)      Konsep kekekalan volume, kadang-kadang mulai pada tahap berfikir formal (11 – 12 tahun).

      Selain ciri-ciri diatas, pada tahap operasi konkret anak juga sudah mempu melihat sudut pandang orang lain dan mengetahui mana benar dan mana salah. Anak juga mulai senang dengan membuat benda bentukan atau alat-alat mekanis, misalnya membuat mobil-mobilan dari bamboo dan kulit jeruk. Namun pada tahap ini masih cenderung mengalami kesulitan untuk menjelaskan peribahasa dan belum mampu memahami arti yang tersembunyi.

      Satu hal yang perlu dicamkan, tahap operasi konkret bukan berarti pada tahap ini anak tidak mengerti konsep tanpa benda konkret, akan tetapi disebabkan karena anak-anak pada tahap ini mendapat kesukaran untuk menerapkan proses intelektual formal kedalam symbol-simbol verbal dan ide-ide abstrak.

      Dari awal tahap operasi konkret ini, sampai menjelang tahap operasi formal, terdapst empat tingkat berfikir yang dilalui oleh anak, yakni :

      1)      Berfikir konkret

      2)      Berfikir semi konkret

      3)      Berfikir semi abstrak

      4)      Berfikir abstrak

      Para siswa sekolah dasar di Indonesia umumnya berumur 6 – 12 tahun. Jadi, kebanyakan diantara mereka berada pada tahap operasi konkret. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika SD, pada tahap ini anak dapat “mengelompokkan” benda-benda konkret berdaarkan warna, bentuk, atau ukurannya. Misalnya kita menyediakan sekelompok benda konkret berupa bangun-bangun geometri datar seperti : segitiga, segiempat, segilima, dan segienam. Setiap bangun geometri tersebut berwarna tertentu, misalnya berwarna merah, kuning, hijau, biru dan hitam. Kita dapat meminta anak untuk mengumpulkan bangun geometri yang berwarna merah. Anak juga dapat diminta untuk mengumpulkan bangun geometri yang berbentuk segitiga. Anak juga dapat mengumpulkan segitiga yang berwarna merah. Disamping itu, anak juga dapat diminta mengurutkan segiempat berdasrkan ukurannya, misalnya dari kecil ke besar atau sebaliknya.

      d.    Tahap Operasi Formal (Formal Operational Stage)

      Ini merupakan tahap berfikir terakhir dari perkembangan intelektual manusia menurut Piaget. Ciri-ciri yang tampak antara lain :

      1)      Anak sudah mampu berfikir secara abstrak, tidak memerlukan lagi perantara operasi konkret untuk menyajikan abstraksi mental secara verbal.

      2)      Dia dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, dapat memandang perbuatan secara objektif dan merefleksikan proses berfikirnya, serta dapat membedakan antra argumentasi dan fakta.

      3)      Mulai belajar menyusun hipotesis (perkiraan) sebelum melakukan perbuatan.

      4)      Dapat merumuskan dalil / teori, menggenerasikan hipotesis, serta ampu menguji bermacam-macam hipotesis.

      Operasi formal pada tahap perkembangan mental ini tidak berhubungan dengan ada atau tidaknya benda-benda konkret, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah situasinya disertai dengan benda konkrit atau tidak, tidak menjadi maalah.

      Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi kedalam struktur mental. Asimilasi adalah proses terpadunya informasi dan pengalaman baru kedalam struktur mental. Akomodasi  adalah hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat dari adanya informasi dan pengalaman baru.

      Ketika para siswa mempunyai pengalaman baru, mereka secara aktif mencoba menerima ide baru itu dalam kaitannya dengan pengalaman dan ide-ide lama yang sudah ada. Suatu istilah umum untuk teori belajar Jean Piaget adalah contructivism, karena kenyakinannya bahwa para siswa mengkonstruksi pikiran mereka sendiri dan bukan menjadi penerima informasi yang bersifat pasif.

      Sebagai contoh dalam operasi penjumlahan, anak sudah memahami bahwa 2 + 3 = 5 dngan memanipulasi benda-benda konkret yang teah dia kenal. Misalnya dia mempunyai 2 buah jeruk, kakaknya memberikan 3 buah jeruk lagi kepadanya. Dia kumpulkan jeruk-jeruk tersebut kemudian membilang banyaknya buah jeruk yang dia miliki saat ini. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dia miliki, dia mampu menyatakan bahwa jumlah jeruknya sekarang adalah 5 buah. Kini dia dapat memisahkan antara konsep banyaknya jeruk, yaitu 5 buah, yang terdapat pada suatu kumpulan dengan cara-cara jeruk tadi ditata atau diatur, yaitu 2 dan 3 buah. Oleh sebab itu sekarng dia dapat mengkonstruksikan behwa 5 sama dengan 2 + 3. Dengan kata lain, tahap operasi konkret merupakan dasar untuk berfikir abstrak.

      D.   Teori Dienes

      Zolton P. Dienes adalah seorang mateatikawan yang memusatkan perhatiannya kepada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menari bagi anak yang mempelajari matematika.

      Dienes menyakini bahwa dengan menggunakan berbagai sajian (representasi) tentang suatu konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami secara penuh konsep tersebut jika dibandingkan dengan hanya menggunakan satu macam sajian saja. Sebagai contoh, jika guru ingin mengajarkan konsep persegi, maka guru disarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran sisi berlainan. Contoh lai, pada saat guru akan mengenalkan konsep bilangan Tiga kepada siswa, guru disarankan menggunakan benda-benda yang berbeda : tiga apel, Tiga jeruk, tiga kelereng, tiga balon, dan tiga benda konkret lainnya.

      Dienes juga mengemukakan bahwa setiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dapat dipamahi dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda dalam bentuk kegiatan laboratorium atau permainan akan sangat berperan jika dimanipilasi dengan baik dalam pembelajaran matematika.

      Ada 6 tahap yang menurut Dienes dilaui dalam pengajaran konsep matematika, antara lain :

      a.       Bermain bebas, merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak terstruktur dan tidak diarahkan. Dalam bermain bebas, anak-anak berhadapan / berinteraksi dengan unsur-unsur lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, tetapi juga belajar membentuki struktur sikap sebagai persiapan untuk memahami konsep.

      b.      Permaianan, anak mulai mengamati pola, sifat kesamaan / ketidaksamaan, keteraturan / ketidak teraturan konsep yang diwakili oleh benda-benda konkret. Makin banyak bentuk yang berbeda dalam suatu konsep, akan semakin jelas pula konsep yang dipahaminya.

      c.       Penelaahan sifat besama, menemukan kesamaan sifat-sifat dalam permaiana yang sedang diikuti, mampu menunjukkan contoh dan bukan contoh serta menhayatinya.

      d.      Representasi, anak belajar untuk mengemukakan suatu pernyataan tentang sifat bersama atau konsep yang ditemukan pada tahap ketiga.

      e.       Simbolisasi, tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep dengan menggunakan symbol matematika atau dengan  perumusan verbal.

      f.       Formalisasi, merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Misalnya, anak sudah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma atau teorema, maka dalam hal ini anak harus mampu membuktikan teorema tersebut.

      E.   Teori Richard Skemp

      Richard Skemp adalah seorang matematikawan dan psikolog yang berasal dari inggris. Dia tidak mendefinisikan tahap-tahap perkembangan mental seperti Piaget. Menurutnya belajar terpisah menjadi dua tahap. Tahap pertama dengan memanipulasi benda-benda akan memberikan dasar bagi siswa untuk belajar lebih lanjut untuk menhayati ide-ide. Skemp mendukung interaksi siswa dengan objek-objek fisik selama tahap-tahap awal mempelajari konsep. Pengalaman awal ini akan membentuk dasar bagi belajar berikutnya pada tahap kedua, yaitu pada tingkat yang abstrak.

      Sekarang kita dapat meminta siswa untuk menyusun 6 karton persegi yang lain menjadi 3 bagian tumpuk, dan pada tiap tumpuk terdapat 2 karton persegi.

      Model pada gambar 2 tersebut menunjukkan 3 x 2 yang hasilnya adalah 6. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa 2 x 3 = 3 x 2. Eksperimen seperti ini dapat diulang oleh para siswa untuk perkalian lainnya, seperti 3 x 4dan 4 x 3 ; 5 x 3 dan 3 x 5. Berdasrkan hasil percobaan itu dapat disimpulkan bahwa salah satu sifat perkalian adalah a x b = b x a.

      Skemp juga yakin bahwa agar belajar menjadi berguna bagi seseorang, sifat-sifat umum dari pengalaman harus dipadukan untuk membentuk suatu struktur konseptual atau suatu skema. Bagi guru, ini berarti bahwa struktur matematika aharus disusun agar jelas bagi siswa sebelum mereka dapat menggunakan pengetahuan awal sebagai dasar untuk belajar pada tahap berikutnya, atau sebelum mereka menggunakan secara efektif pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah tentang pentingnya struktur ini

      F.    Teori Bruner

      Jerome, S Bruner telah banyak menulis teori belajar, yang kajian khususnya adalah mengenai bagaimana keyakinan dia terhadap anak-anak yang belajar matematika. Dalam teorinya ia menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.

      Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam materi yang sedang dibicarakan, anak akan lebih memahami materi yang harus dikuasainya itu. Dengan kata lain, materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahamai oleh anak.

      Seperti halnya Piaget, Bruner lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar. Oleh sebab itu, menurut Bruner metode belajar merupakan factor yang sangat menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan suatu kemampuan khusus. Metode yang sangat didukung oleh Bruner adalah metode belajar dengan penemuan. Dengan metode ini anak di dorong untuk memahami suatu fakta atau hubungan matematika yang belum dia pahami sebelumnya, dan yang belum diberikan kepadanya secara langsung oleh orang lain.

      Bruner berpendapat bahwa penemuan melibatkan kegiatan mengorganisasikan kembali materi pelajaran yang telah dikuasai oleh seorang siswa. Kegiatan ini berguna bagi siswa tersebut untuk menemukan suatu pola atau “keteraturan” yang bersifat umum terhadap situasi atau masalah baru yang sedang dihadapinya. Ia yaki bahwa dalam mempelajari matematika seorang anak perlu secara langsung menggunakan bahan-bahan manipulative. Bahan-bahan manipulative merupakan benda konkrit yang dirancang khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam berusaha untuk memahami suatu konsep matematika. Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik ini, akan memberikan kesempatan baginya untuk melaksanakan penemuan.

      Sehubungan dengan pengalaman fisik ini, Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati tiga tahapan, yaitu :

      a.       Tahap enaktif (enactive). Dalam tahap ini anak secara langsung terlbat dalam memanipulasi (menotak-atik) suatu benda. Sebagai contoh, kita ingin mengenalkan konsep bilangan pecahan yaitu  . kita dapat menggunakan sebuah apel yang dibagi dua sama besar.

      b.      Tahap ikonik (iconic). Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak sudah behubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dri objek / benda yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan pada tahap enaktif. Misalnya dengan menunjukkan pada sajian yang berupa gambar atau grafik.

      c.       Tahap simbolik (symbolic). Dalam tahap ini anak tidak lagi terikat dengan objek pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu mengggunakan notasi / symbol tanpa ketergantungan terhadap objek real / konkrit.

      G.   Teori Van Hiele

      Matematikawan berkebangsaan belanda, yaitu Dina Van Hiele Gedolf dan Piere Marie Van Hiele, merupakan sepasang suami istri, sekitar tahun 1954 menulis disertai tentang pengajaran geometri. Mereka menyelidiki dan mendeskripsikan sejumlah tahapan dalam perkembangan geometri siswa. Mereka menyimpulkan bahwa siswa akan melewati lima tahapan dalam perkembangannya dalam mempelajari geometri. Tahap-tahap ini serupa dengan tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget. Lima tahap tersebut adalah sebagai berikut :

      a.       Tahap 0 (Visualisai / Pengenalan)

      Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penanaman gambar-gambar. Siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri, seperti : segitiga, kubus, bola, lingkaran dan sebagainya. Akan tetapi siswa belum bisa memahami sifat-sifatnya.

      b.      Tahap 1 (Analisis)

      Tahap ini merupakan tahap penggambaran sifat-sifat. Pada tahap ini siswa sudah memahami sifat-sifat konsep atau bentuk geometri. Misalnya siswa mengetahui dan mengenal bahwa sisi persegi panjang yang berhadapan itu sama panjang, kledua diagonalnya sama panjang dan memotong satu sama lain. Akan tetapi siswa belum bisa memahami hubungan bentuk-bentuk geometri, misalnya persegi merupakan persegi panjang.

      c.       Tahap 2 (Pengurutan)

      Tahap ini merupakan tahap pengklasifikasian dan penggeneralisasian melaui sifat-sifat. Pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri, memahami sifat-sifatnya, dan juga sudah mampu mengurutkan bentuk-bentuk geometri yang satu sama lain berhubungan. Hanya saja, pada tahap ini pemikiran deduktif siswa masih belum berkembang, tapi baru mulai dan cenderung informal.

      d.      Tahap 3 (Deduksi)

      Tahap ini merupakan tahap pengembangan bukti melalui aksioma dan definisi. Pemikiran deduktif siswa sudah tumbuh, tapi belum berkembang dengan baik.

      e.       Tahap 4 (rigor / Keakuratan)

      Tahap ini merupakan tahap dimana individu bekerja dalam berbagai sistem geometris. Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami bahwa adanya ketepatan (presisi) dari apa-apa yang mendasar adalah hal yang penting. Berdasarkan hasil penelitian Driscoll (1983), tahap pemahaman ini jarang bisa dicapai oleh siswa-siswa menengah atas.

      Sebagai guru atau calon guru disekolah dasar sudah sepantasnya mengenal tahap-tahap tersebut, minimal mengenal tiga tahap yang pertama yang dialami siswa usia sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan agar anda dapat merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran geometri dengan efektif.

      Tahap pertama terjadi pada siswa yang dudk di kelas rendah sekolah dasr. Siswa belajar mengenali dan menamai gambar-gambar bidag yang sering ditemui, seperti lingkaran, persegi, segitiga, dan persegi panjang. Mereka juga dapat mengenali bentuk-bentuk sederhana seperti kubus, limas, kerucut, dan bola. Jika siswa masih berada pada tahap ini, mereka tak akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat-sifat bangun geometri tersebut.

      Kepada siswa yang demikian, bila kita sebagai guru menginginkan konsep-konsep geometri itu dimiliki siswa dengan mengerti, maka pengejaran geometri mengenai sifat-sifat dan konsep-konsep geometri sebaiknya ditangguhkan. Bila dipaksakan, konsep-konsep geometri yang diberikan itu hanya akan diterima melalui hafalan.

      Pada tahap kedua, siswa telah memiliki kemapuan dalam mendeskripsikan sifat-sifat. Misalnya suatu segitiga mempunyai tiga sisi dan tiga titik sudut. Persegi memiliki sudut siku-siku demikian pula persegi panjang. Sisi alas krucut berbentuk lingkaran.

      Pada tahap ketiga, siswa telah duduk di kelas tinggi sekolah dasar. Pada tahap ini siswa telah mampu mengklasifikasikan bentuk-bentuk berdasarkan karakteristiknya. Mereka mengenali bahwasanya gambar yang memiliki empat sisi adalah segi empat. Segiempat ada yang bentuknya beraturan dan ada yang tidak. Mereka dapat mengatakan bahwa suatu persegi adalah persegi panjang, belah ketupat, jajar genjang, trapezium, segiempat.

      Berdasarkan tahap-tahap ini, guru dapat merencanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran geometri. Karena siswa anda masih dud di sekolah dasar, maka mereka mempelajari geometri tidak berdasarkan bukti-bukti deduktif, tetapi melalui kegiatan-kegiatan informal melalu benda0benda konkret di sekitar mereka.

       

      D.MODEL, STRATEGI, PENDEKATAN, METODE

      DAN TEKNIIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

      DI SD

       

      Pembahasan kali ini sebenarnya akan anda temukan lagi secara lebih mendalam pada matakuliah-matamuliah (Matakuliah Proses Belajar Mengajar) secara umum, atau pada mata kuliah Model Pembelajaran Matematika Kontemporer di semester 6. Oleh karena itu pembahasan dalam makalah ini dilakukan mengenai model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran di SD secara garis besar, tetapi tidak menghilangkan esensi materinya.

       

      Beberapa Peristilahan dalam Pembelajaran

      Pernahkan anda ke pasar????? Atau cobalah perhatikan seorang ibu yang hendak belanja kepasar. Sebelum berangkat ia mengatur strategi agar prosesnya efisien dan hasilnya efektif. Ia akan menyusun rencana belanja mengenai barang-barang apa saja yang akan dibelinya, banyaknya uang yang ada dan dibawa untuk belanja, baju apa yang ia pakai untuk pergi, dengan kendaraan apa ia berangkat, kapan ia pergi dan kapan ia pulang, took mana yang harus ia datangi, bahkan bagaimana cara untuk menawar harga barang agar sesuai dengan kondisi keuangan.

      Dalam dunia kemiliteran, sebelum pasukan menggempur daerah lawan, terlebih dahulu para pimpinan pasukan mengatur strategi dimarkasnya. Mereka mengatur siasat bagaimana melakukan pendekatan ketempat lawan, memilih cara dan teknik yang paling efektik untuk menaklukkannnya, serta mempersiapkan segala fasilitas yang dibutuhkan.

      Jika kita mencoba merenungkannya, nampaknya tak ada kegiatan manusia secara normal yang dilakukan tanpa strategi atau persiapan khusus. Sebab didasari atau tidak, manusia akan selalu memikirkan dan membuat perencanaan terlebih dahulu. Manusia memikirkan prosedur apa yang akan ditempuh, sarana apa saja yang akan digunakan, dan akhirnya keputusan mana yang akan dipilih untuk direalisasikan. Mengapa demikian????? Tentu saja karena manusia adalah makhluk yang berfikir.

      Demikian juga dalam pelaksanaan tugasnya, seorang guru haruslah memilih strategi tertentu agar pelaksanaan pembelajaran dikelas dapat berjalan lancar dengan hasil optimal. Tidak ada seorang guru pun yang menginginkan kondisi pembelajaran kacau dan hasilnya buruk, sehingga setiap guru pastilah mempersiapkan strategi pembelajaran dengan matang. Karena fitrahnya, setiap guru merasakan dan menyadari bahwa tugasnya sebagai pendidik adalah tugas yang mulia, untuk mencerdaskan bangsa. Guru adalah profesi yang sangat kaya dengan amal sholeh, penuh dengan kebijakan, dan sarat dengan ilmu yang bermanfaat, sehingga mereka akan termasuk kedalam golongan orang-orang yang beruntung karena memiliki bekal yang banyak saat menjumpai Tuhannya kelak.

      Sehubungan dengan uraian di atas, pengertian strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar, dan tujuan yang berupa hasil belajar dapat tercapai secara optimal. Sementara itu, jika pengertian itu kita pecah menjadi strategi belajar dan strategi mengajar, maka kita akan menemukan pengertian sebagai berikut. Strategi belajar adalah strategi siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika dan dalam menyelesaikan soal-soalnya. Sedangkan strategi mengajar adalah strategi yang dipergunakan guru dalam mengolah materi matematika untuk pengajaran.

      Pendekatan (approach) pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Secara umum ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan pendekatan yang besifat materi.

      Pendekatan metodologik berkenaan dengan carasiswa mengadaptasi konsep yang disajikan kedalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. Beberapa contoh pendekatan metodologik adalah pendekatan intuitif, analitik, sintetik, spiral, induktif, deduktif, tematik, mekanistik, empiristik, strukturalistik, realistic, heuristic. Sedangkan pendekatan material merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang dalam penyajian konsep matematikanya melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki oleh siswa.

      Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum. Misalnya seorang guru menyajikan materi dengan penyampaian yang didominasi cara lisan, lalu sekali-sekali ada Tanya jawab. Setiap guru bisa melakukan metode ceramah dalam bidang studinya masing-masing, namun jangan harap seorang guru bidang studi matematika bisa mengunakan metode ceramah dalam bidang studi kimia atau sebaliknya. Sama halnya dengan guru-guru bidang studi lain yang memang bukan kompetensinya.

      Setiap guru matematika mampu menggunakan metode seramah dalam bidang matematika dengan baik dan benar karena ia menguasai tekniknya. Ia menguasai dan terampil secara khusus dala bidangnya, dan kemampuan ini mungkin hanya dimilki oleh guru bidang studi masing-masing. Berkaitan dengan ini, kita dapat menyusun sebuah pengertian teknik mengajar, yaitu cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus (dan atau bakat).

      Sudah sewajbnya penguasaan metode mengajar seorang guru selalu disertai dengan kemampuan teknik-teknik mengajar bidang studinya. Karena jelas bahwa metode dan teknik mengajar seperti dua sisi mata uang yang berbeda tetapi tidak terpisahkan dalam pelaksanaannya di lapangan.

      Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Model pembelajaran matematika yang lazim diterapkan antara lain : model pembelajaran klasikal, individual, diagnosis, remedial, terprogram, dan modul.

       

       

      E.METODE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

       

      Setelah mempelajari beberapa teori belajar-mengajar matematika sesuai dengan tingkat perkembangan sekolah dasar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, selanjutnya akan disajikan cara-cara atau metode pembelajaran matematika di SD. Pembelajaran matematika yang baik menuntut penggunaan metode-metode pembelajaran yang bervariasi. Hal ini masuk diakal karena suatu topic matematika kadang-kadang dapat diajarkan secara lebih baik dengan metode tertentu saja. Selain itu jika guru matematika hanya menggunakan satu jenis metode mengajar, maka akan dimungkinkan para siswa menjadi lebih cepat bosan atau jenuh terhadap pesan yang disajikan.

      Pemilihan metode mengajar tentunya bergantung dari strategi pembelajaran yang telah dipilih. Suatu pembelajaran yang efektif mensyaratkan pemilihan metode yang efektif pula. Metode yang diterapkan dalam suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sedangkan suatu metode dikatakan efisien apabila penerapannya dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan tersebut relative menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu yang minimum.

      Banyak diantara kita yang mungkin mengetahui tentang macam-macam metode mengajar, tetapi untuk menerapkannya dalam bidang studi biasanya tidak mudah. Ada pula yang dalam penerapannya itu seperti dipaksa-paksakan.

      Terdapat banyak metode dalam pembelajaran matematika yang dapat digunakan dan diterapkan di tingkat SD, antara lain metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, drill and practice, Tanya jawab, diskusi, permaian, laboratorium, kegiatan lapangan, karya wisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, proyek dan pengajaran beregu. Metode mana yang dipilih dan digunakan dalam suatu kondisi dan situasi pengajaran tertentu akan tergantung pada topic yang disajikan, tingkat kecakapan dan minat siswa, bakat guru dan gaya mengajar guru.

      Tujuan dari penyajian bermacam-macam metode dalam pembelajaran adalah agar guru memiliki pengetahuan yang luas tentang metode-metode dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pembelajaran matematika. Dengan mengetahui keunggulan dan kelamahan masing-masingmetode, diharapkan kita dapat memilih mana yang paling efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Dalam kenyataanya, metode-metode itu bukan merupakan metode yang murni atau berdiri sendiri tanpa keterlibatan metode lain, tetapi saling melengkapi.

      Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika disekolah dasar, disini akan disajikan tiga macam metode utama yaitu : metode ekspositori, metode penemuan, dan metode laboratorium.

      1.   Metode Ekspositori

      Sebagian orang mengatakan bahwa metode ekspositori sama dengan metode ceramah, tetapi sebagian lagi mengatakan bahwa keduanya memiliki perbedaan. Dalam metode ekspositori, guru menjelaskan dan menyampaikan informasi, pesan, atau konsep kepada siswa dalam kelas. Langkah-langkah pengajaran dengan metode ekspositori adalah sebagai berikut :

      a.       Pertama, sebelum menjelaskan dan menyampaikan pesan atau konsep, guru menuliskan topic, menginformasikan tujuan pembelajaran, menyampaikan dan megulas materi prasyarat, serta memotivasi siswa misalnya dengan metafora.

      b.      Kedua, guru menjelaskan dan menyajikan pesan atau konsep kepada para siswa dengan lisan atau tertulis. Supaya konsep yang dijelaskan dapat dipahami oleh siswa, guru biasanya member contoh dan mengajukan pertanyaan secara lisan serta meringkas konsep yang telah disampaikan.

      c.       Ketiga, guru meminta siswa baik secara perorangan atau kelompok untuk menggunakan konsep yang telah dipelajari dengan cara mengerjakan soal yang telah disediakan.

      Setidak-tidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam metode Ekspositori ini, yaitu : Pertama, konsep disajikan secara lisan atau verbal. Kedua, pelajaran terarah, terpusat atau terorientasi pada guru. Maksudnya adalah bahwa guru bertindak sebagai sumber utama tentang pengetahuan matematika, dan guru adalah satu-satunya orang yang membuat keputusan tentang bagaiman pengembangan pelajaran harus dilakuklan. Karena itu, cara pengajaran seperti ekspositoridinamakan pembelajaran terarah dari gurur. Walaupun metode pembelajaran ini terarah dari guru, proses dan hasil pembelajaranbisa tetap efektif. Hal ini bergantung pada pengalaman guru dalam memilih dan menggunakan teknik pembelajaran. Biasanya teknik pembelajaran yang dapat dipilih dan digunakan antara lain adlah teknik keterlibatan, teknik analogi, teknik definisi dan contoh-noncontoh, teknik aturan, serta teknik analisis.

      Teknik keterlibatan merupakan suatu proses mengajar yang melibatkan semua siswa selama proses pembelajaran. Misalnya guru mengajukan pertanyaan secara lisan kepada semua siswa dalam kelas. Guru meminta siswa agar menuliskan jawaban pertanyaan tadi pada sehelai kertas.

      Teknik analogi merupakan suatu proses mengajar dan gurunya berusaha untuk menyederhanakan suatu konsep yang abstrak dan sulit, agar siswa dapat memahami konsep tersebut. Konsep yang sulit itu misalnya adalah 3 x 4. Guru dapat mendengarkan cerita sebagai berikut : “Ibu Enung mempunyai tiga orang anak yaitu : Nita, Nia, dan Nunu. Karena ketiga anak tersebut naik kelas, ibu Enung member hadiah 4 buah bolpoin kepada masing-masing anaknya. Berapakah jumlah bolpoin yang diberikan ibu Enung kepada ketiga anaknya tersebut?????”

      Teknik definisi dan contoh-contoh, merupakan tersebut naik kelas, ibu Enung member hadiah 4 buah bolpoin kepada masing-masing anaknya. Berapakah jumlah bolpoin yang diberikan ibu Enung kepada ketiga anaknya tersebut?????”

      Teknik definisi dan contoh-contoh, merupakan suatu proses mengajar di mana guru memberikan suatu pertanyaan yang benar (definisi). Kemudian guru mengemukakan contoh yang mendukung atau tidak kepada pernyataan tersebut. Misalnya guru menggambar segitiga di papan tulis. Kemudian guru menggambar segiempat, dan menyatakan bahwa gambar terakhir itu bukan gambar segitiga. Selanjtnya guru menggambar beberapa bangun geometrid an meminta siswa untuk menunjukkan gambar mana yang merupakan gambar segitiga, mana pula yang bukan segitiga.

      Teknik aturan merupakan teknik mengajar di mana guru mengemukakan aturan-aturan, hokum, prosedur atau rumus tertentu untuk diikuti siswa. Teknik ini hampir sama dengan teknik definisi dan contoh-noncontoh. Misalnya, guru dapat menyatakan siswa, “apakah yang membedakan segitiga dengan yang bukan segitiga????? Daptkah sembarang tiga ruas garis dikatakan sebagai segitiga?????”, dan seterusnya.

       

      Teknik analisis merupakan suatu teknik mengajar dimana guru berusaha menguraikan suatu konsep ke dalam langkah-langkah tertentu yang lebih terperinci. Misalnya dalam menjelaskan 5 x 13, guru dapat melakukan langkah-langkah berikut :

      5 x 3 = 5 x (10 + 3)

                = (5 x 10) + (5 x 3)

                = 50 + 15

                = 50 + (10 + 5)

                = (50 + 10) + 5

                = 60 + 5

                = 65

       

      Dalam melakukan teknik ini, guru menjelaskan setiap langkah pelajaran sebelum para siswa diberi tugas untuk menyelesaikan masalah. Namun dalam hal ini, peranan siswa lebih bersifat pasif, karena siswa lebih banyak mendengar penjelasan dari guru ketimbang memahami materi yang dijelaskan guru.

       

      2.   Metode Penemuan

      Pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan pada hakikatnya adalah untuk mendorong siswa agar memahami sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa fakta, konsep, pola, sifat, rumus tertentu, atau relasi matematika yang masih baru bagi siswa.

      Kesemua fakta, konsep, pola, sifat, rumus, atau relasi matematika tersebut sebenarnya telah ada atau telah ditemukan sebelumnya, namun belum pernah diajarkan kepada para siswa secara langsung, baik oleh guru yang bersangkutan maupun oleh orang lain. Metode penemuan biasanya membutuhkan waktu yang lama jika dibandingkan dengan metode ekspositori, karena kegiatan ini mengembangkan konsep maupun keterampilan matematika dalam kaitannya dengan pemecahan masalah. Untuk membuat prosedur ini menjadi lebih efisien, guru harus mengkonstruksikan masalah itu secara hati-hati, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan kunci.

      Metode penemuan dibagi menjadi dua jenis yaitu : penemuan murni dan penemuan terbimbing. Pada pelajaran yang dilaksanakan dengan penemuan murni, pelajaran terfokus pada siswa dan tidak terfokus pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan. Peran guru adalah menyajikan suatu situasi belajar atau masalah kepada para siswa. Kemudian para siswa diminta untuk mengkaji dan menemukan fakta atau relasi yang terdapat dalam masalah tadi dan akhirnya para siswa juga yang akan menarik suatu generalisasi dari apa yang mereka temukan. Pendekatan seperti ini tentu saja hanya dapat digunakan dan diterapkan kepada beberapa siswa yang tergolong pandai. Sebagai ilustrasi perhatikan masalah berikut.

      Siswa SD telah mengetahui luas persegi panjang adalah panjang kali lebar. Dengan menggunakan rumus itu diminta atau diharapkan untuk dapat menemukan rumus luas daerah jajargenjang yang alas dan tingginya berturut-turut adalah a dan t  satuan.

      Pada penemuan terbimbing atau inquiry, guru mengadakan atau member petunjuk kepada siswa tentang materi pelajaran. Kadar bimbingan yang diberikan guru sangat bergantung pada kemampuan para siswa dan topic yang dipelajarinya. Adanya bimbingan ini memungkinkan berkurangnya tingkat frustasi yang dihadapi para siswa, tetapi sering mengakibatkan pembatasan proses penemuan. Bentuk bimbingan yang diberikan guru bisa berupa petunjuk, arahan, pertanyaan, atau dialog, sehingga diharapkan siswa pada sampai kesimpulan atau generalisasi sesuai dengan yang dirancang dan diinginkan guru. Perlu diperhatikan bahwa jika guru ingin menggunaka metode penemuan pada pembelajaran matematika, guru harus sudah merancang secara jelas generalisasi atau kesimpulan apa yang harus ditemukan oleh para siswa.

      3.   Metode Laboratorium

      Metode laboratorium merupakan metode mengajar yang orientasi kegiatannya didasarkan atas percoban dan penyelidikan dengan objek-objek fisik. Siswa dibiarkan untuk melakukan perobaan dan penyelidikan individual, berpasangan, dan atau berkelompok dan bebas menggunakan benda-benda yang dapat dimanipulasi. Benda-benda yang dimaksud misalnya penggaris, kelereng, bola, jam, koin logam, kalkulator, kubus, geoboard, kartu domino, dadu, dan benda-benda lainnya yang dirancang secara khusus.

      Sebagai contoh guru ingin mengajarkan konsep bilangan π (dibaca : pi). Siswa diminta untuk melakukan percobaan mengukur diameter dan keliling lima benda berbentuk lingkaran yang berbeda ukuran jari-jarinya. Siswa harus mencatat ukuran atau panjang diameter (garis tengah = d) dan keliling (K) lingkaran tersebut, kemudian mencatat hasil bagi  pada tabel yang disediakan seperti berikut :

      Percobaan Ke-

      d

      K

      1

       

       

       

      2

       

       

       

      3

       

       

       

      4

       

       

       

      5

       

       

       

       

      Dengan percobaan seperti itu, diharpkan siswa dapat menyimpulkan bahwa lima kali percobaan, diketahui nilai  adalah sama atau hampir sama. Nilai  inilah yang disebut bilangan π (pi) yang besarnya sekitar 3,14.

       

      F.ALAT BELAJAR BERTEKNOLOGI DI SD

      Jika kita perhatikan dengan cermat, perkembangan teknologi akhir-akhir ini dapat dikatakan sangat pesat. Salah satu karya manusia yang didasarkan pada teknologi itu adalah kalkulator dan computer. Kalkulator hampir dimiliki oleh hampir semua anggota masyarakat termasuk anak-anak di Indonesia, mulai dari kalkulator sederhana, kalkulator hitung biasa, kalkulator scientific, bahkan sampai kalkulator graphic yang berlayar warna. Di kota-kota besar dapat dikatakan bahwa jangankan kalkulator, computer juga telah terkenal dan bahkan dimiliki oleh sebagian besar anggota masyarakat, karena memang sudah menjadi kebutuhan utama. Kedua alat tersebut kini bukan lagi makhluk asing bagi sebagian besar masyarakat.

      Melihat perkembangan hasil teknologi dan penggunaannya, telah tiba saatnya untuk mempertimbangakn dan sekaligus menggunakan hasil teknologi tersebut dalam pembelajaran matematika. Kalkulator atau computer dapat digunakan sebagai media atau alat bantu pembelajaran kalkulator dan computer dalam pembelajaran matematika.

      1.     Penggunaan Kalkulator

      Sebelum adanya kalkulator, seseorang ingin sekali mahi di bidang komputasi dengan menggunakan pensil dan kertas. Sekarang kalkulator dapat digunakan untuk maksud yang sama. Meskipun sebagian kalangan berpendapat bahwa kalkulator akan berdampak negatif bagi siswa SD, penulis sendiri berpikir bahwa penggunaan kalkulator yang professional justru akan sangat mengembangkan sikap positif siswa terhadap matematika, disamping akan wawasan yang berhubungan langsung / tidak langsung terhadap konsep matematika yang dipelajarinya. Bahkan berdasarkan hasil penelitian di Negara-negara maju (Ruseffendi, 1991), kalkulator itu sudah digunakan sejak kelas permulaan sekolah dasar dengan hasil yang positif.

      Dalam matematika, kalkulator antara lain dapat digunakan pada masalah berikut. Pengecekan kebenaran hasil operasi. Sebagai contoh, guru member tugas kepada siswa untuk menentukan jumlah dari 8 + 9 tanpa menggunakan kalkulator. Setelah siswa menentukan jumlahnya sesuai dengan cara yang telah diajarkan, guru dapat meminta siswa untuk mengecek hasil yang mereka peroleh dengan menggunakan kalkulator. Apabila hasilnya sama, maka para siswa tentu akan merasa senang dan bangga. Sebalikya jika hasilnya ternyata berbeda, maka guru dapat meminta siswa untuk mengulangi pekerjaanya.

      Nilai tempat. Misalnya guru menuliskan 25 di papan tulis. Kemudian guru meminta siswa agar menggunakan kalkulator untuk menghitung angka “2” pada bilangan tersebut. Siswa yang tidak memiliki pemahaman yang baik tentang nilai tempat, mungkin akan melakukan dengan cara berikut. Siswa menekan tombol 2 dan dilanjutkan dengan 5 untuk memeperoleh 25, menekan tanda kurang ( – ) dan diikuti tombol 2 serta tanda sama dengan (=). Cara ini menunjukkan hasil 23 dan ternyata angka “2” pada “25” tidak hilang. Berarti cara tersebut salah. Bagi siswa yang memahami konsep nilai tempat, caranya hampir sama dengan cara diatas akan tetapi dia menekan tombol ( – ), lalu menekan tpmbol 2 dan 0 untuk menunjukkan bilangan 20. Setelah menekan tanda sama dengan (=), cara ini meberikan hasil 5. Dengan kata lain angka “2” pada “25” telah berhasil dihilangkan dengan cara mengurangi 25 tersebut oleh 2 puluhan.

      Menunjukkan urutan operasi dalam pengerjaan hitungan. Bisa jadi ketika disodorkan soal 5 + 3 x 8 – 6 : 2  banyak orang yang menjawab samadengan 29. Alasannya adalah proses penghitungan itu didasarkan pada jenis operasi yang dimuali dari kiri lalu diteruskan kekana. Mula-mula 5 + 3 menghaislkan 8, lalu hasil tersebut dikali 8 sehingga menjadi 64. Setelah itu dikurangi 6 sehingga menjadi 58, dan akhirnya dibagi 2 sehingga menjadi 29.

      5 + 3 x 8 – 6 : 2

      = 8 x 8 – 6 :2

      = 64 – 6 : 2

      = 58 : 2

      = 29

      Jika kita mencoba menghitungnya menggunakan kalkulator scientific, maka hasilnya adalah 26. Mengapa demikian????? Karena kalkulator secara otomatis akan memproses operasi kali dan bagi sebelum operasi tambah dan kurang. Ini menunjukkan secara konseptual bahwa pada hakikatnya perkalian itu adalah penjumlahan berulang, sedangkan pembagian merupakan pengurangan berulang.

      5 + 3 x 8 – 6 : 2 = 5 + (3 x 8) – (6 : 2)

                                 = 5 + 24 – 3

                                 = 26

       

      Penyelesaian masalah. Kadang-kadang siswa tidak dapat menyelesaikan suatu masalah matematika karena siswa tidak dapat menghitung hasil operasi yang terkait dengan penyelesaian masalah tersebut. Dalam hal ini siswa dapat menggunakan kalkulator sebagai alat bantu untuk memudahkannya memecahkan permasalahan.

      Pola bilangan dan prediksi. Misalkan kita meminta siswa untuk memprediksi hasil kali 111.111.111 x 111.111.111. dalam hal ini gru bersama-sama siswa dengan menggunakan kalkulator dapat menghitung hasil kali bilangan tersebut.

      1 x 1 = 1

      11 x 11 = 121

      111 x 111 = 12321

      1111 x 1111 = 1234321

      11111 x 11111 = 123454321

       Sekarang guru dapat menanyakan siswa tentang pola yang terdapat pada perkalian tersebut. Terakhir guru dapat meminta siswa untuk memprediksi hasil kali dua bilangan yang dinyatakan sebelumnya.

       

      2.     Penggunaan Komputer

      Penggunaan computer dalam pembelajaran matematika di seolah dasar antara lain untuk melakuakn kegiatan tutorial, latihan dan simulasi.

      a.    Tutorial

      Akhir-akhir ini sudah marak beredar beberapa program computer yang dirancang khusus untuk membantu siswa memahami konsep dan keterampilan matematika. Program tersebut biasanya telah memuat petunjuk tentang cara menggunakan program yang terkait dengan topoik matematika, baik untuk tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Khusus untuk tingkat SD, program tersebut misalnya saja tentang opersi pada bilangan pecahan. Karena demikian baiknya program dirancang, seolah-olah program tersebut mensimulasikan hubungan antara guru dan siswa dalam pembelajaran matematika yang sesungguhnya.

      Media yang interaktif seperti computer beserta program / perangkat lunak yang digunakan, memiliki tingkat kemenarikan yang luar biasa dan akan mendorong siswa untuk belajar dan beradaptasi akti-mandiri di dalamnya. Yang biasanya muncul pada program yang sedang digunakan adalah permintaan agar siswa mengisiskan jawaban atau menjawab pertanyaan yang disajikan dalam program. Kalau jawaban siswa adalah benar, maka siswa akan mendapat pujian atau penguatan. Sebaliknya jika siswa salah menjawab pertanyaan, maka dikatakan misalnya : “anda belum benar, silahkan anda mencoba lagi”. Demikian seterusnya untuk kegiatan yang berkaitan dengan pertanyaan selanjutnya dalam program tersebut. Secara tidak langsung, program-program seprti ini akan mendorong siswa untuk tuntas dalam belajarnya (master learning).

       

      b.   Simulasi  

      Ada pula program yang dapat mensimulasikan bangun-bangun geometri baik berdimensi dua maupun berdimensi tiga. Dalam program seperti ini biasanya ditampilkan bangun-bangun geometri yang sudah dikenal siswa. Siswa dapat melakukan percobaan, misalnya memutar bangu geometri tertentu untuk menentukan sifat yang terkait dengan perputaran bangun geometri. Model bangun geometri berdimensi tiga biasanya dapat diamati dari depan, samping kiri, samping kanan, atas, bawah, dan belakang. Untuk ini siswa dapat melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk dan keinginannya. Kegiatan ini juga berfungsi sebagai latihan siswa untuk mengamati dan memahami sifat-sifat yang terkait dengan bangun geometri tersebut.

      Lebih jauh lagi, beberapa program geometri dapat dijadikan sebagai sarana bagi siswa dalam menginvestigasi topic-topik, bentuk-bentuk, serta teorema-teorema atau dalil-dalil geometri, bahkan dapat membantu siswa untuk membuktikan dalil-dalil geometri. Program-program yang dimaksud antara lain : Cabri Geometri, Voronoi, dan Geometer’s Sketch-Pad.

       

      BAB III

      SIMPULAN

       

      Pembelajaran adalah proses pembentukan diri peserta didik untuk menjadi manusia yang seutuhnya, sehingga tidak sepantasnya melalui “trial and error”. Siswa adalah manusia yang sedang mengembangkan diri secara utuh dan tidak boleh dianggap sebagai kelinci percobaan.

      Materi yang disajikan dalam makalah ini membahas mengenai aliran psikologi tingkah laku, yang mengurai aliran psikologi dari Thorndike, Skinner, Ausebel, Gagne, Pavlov dan Baruda. Kemudian membahas mengenai aliran psikologi kognitif dengan uraian teori dari Piaget, Bruner, Brownell, Dewey, Skemp, Dienes, dan Van Hiele.

      Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar, dan tujuan yang berupa hasil belajar dapat tercapai secara optimal.  Strategi belajar adalah strategi siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika dan dalam menyelesaikan soal-soalnya. Sedangkan strategi mengajar adalah strategi yang dipergunakan guru dalam mengolah materi matematika untuk pengajaran. Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum. Misalnya seorang guru menyajikan materi dengan penyampaian yang didominasi cara lisan, lalu sekali-sekali ada Tanya jawab. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Model pembelajaran matematika yang lazim diterapkan antara lain : model pembelajaran klasikal, individual, diagnosis, remedial, terprogram, dan modul.

      Terdapat banyak metode dalam pembelajaran matematika yang dapat digunakan dan diterapkan di tingkat SD, antara lain metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, drill and practice, Tanya jawab, diskusi, permaian, laboratorium, kegiatan lapangan, karya wisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, proyek dan pengajaran beregu.  Tujuan dari penyajian bermacam-macam metode dalam pembelajaran adalah agar guru memiliki pengetahuan yang luas tentang metode-metode dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pembelajaran matematika.

      A.   SARAN-SARAN

      Penulis menyarankan kepada para pembaca dan seorang calon guru agar bisa memahami apa yang dibicarakan/dibahas dalam pembahasan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan terkhusus bagi para pembaca, dan apabila ada suatu kekurangan dalam makalah ini penulis meminta maaf atas kekurangan tersebut dan penulis menunggu atau menanti kritikan yang sifatnya membangun dari para pembaca.

      B.   REKOMENDASI

      Penulis dalam hal ini berterima kasih kepada para penyumbang artikel atau buku yang mengijinkan penulis mengutip sedikit dari bagian atau tulisan tersebut, semoga allah SWT memberikan ganjaran yang setimpal atas kesediaan para penyumbang buku dan Artikel yang telah dikutip oleh penulis.

       


 

Banjir Di Wilayah Kabupaten Cirebon Ahir tahun 2011

Banjir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 103) adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air meningkat. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surut.

Banjir merupakan hal yang rutin terjadi setiap tahun karena merupakan fenomena kejadian alam yang serung terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah termasuk dalam urutan bencana besar, karena memakan banyak korban.

Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana bagi manusia bila proses itu mengenai manusia dan menyebabkan kerugian jiwa maupun materi. Dalam konteks sistem alam, banjir terjadi pada tempatnya. Banjir akan mengenai manusia jika mereka mendiami daerah yang secara alamiah merupakan dataran banjir. Jadi, bukan banjir yang datang, justru manusia yang mendatangi banjir.

Apabila hal tersebut dapat kita terima, maka bencana banjir yang dialami manusia sebenarnya adalah buah dari kegagalan manusia dalam membaca karakter alam. Kegagalan manusia membaca apakah suatu daerah aman atau tidak untuk didiami. Misalnya, kegagalan manusia membaca karakter suatu daerah sehingga tidak mengetahui daerah tersebut merupakan daerah banjir. Atau, sudah mengetahui daerah tersebut daerah banjir tetapi tidak peduli. Contoh ini bisa kita lihat dari orang-orang yang memilih tinggal di tepi aliran sungai atau di lembah-lembah sungai.

Menghadapi masalah banjir, setidaknya kita memiliki tiga pilihan, yaitu: jangan mendiami daerah aliran banjir, beradaptasi dengan membuat rumah panggung berkaki tinggi, atau membuat pengendali banjir berupa tanggul, kanal, atau mengalihkan aliran air.

  1. B.     Penyebab Banjir

Sering sekali terjadinya banjir, dan hampir setiap kali hujan, maka pasti ada saja daerah yang terkena banjir. Apa penyebab banjir itu, secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut.

  1. Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,

Salah satu sebab utama perusakan hutan hujan dan terjadinya banjir adalah penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan hutan hujan.

Walau penebangan hutan dapat dilakukan dalam aturan tertentu yang mengurangi kerusakan lingkungan, kebanyakan penebangan hutan di hutan hujan sangat merusak. Pohon-pohon besar ditebangi dan diseret sepanjang hutan, sementara jalan akses yang terbuka membuat para petani miskin mengubah hutan menjadi lahan pertanian. Di Afrika para pekerja penebang hutan menggantungkan diri pada hewan-hewan sekitar untuk mendapatkan protein. Mereka memburu hewan-hewan liar seperti gorila, kijang, dan simpanse untuk dimakan.

Penelitian telah menemukan bahwa jumlah spesies yang ditemukan di hutan hujan yang telah ditebang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan di hutan hujan utama yang belum tersentuh. Banyak hewan di hutan hujan tidak dapat bertahan hidup dengan berubahnya lingkungan sekitar.

Penduduk lokal biasanya bergantung pada penebangan hutan di hutan hujan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Pada masa lalu, praktek-praktek semacam itu biasanya tidak terlalu merusak ekosistem. Bagaimanapun, saat ini wilayah dengan populasi manusia yang besar, curamnya peningkatan jumlah orang yang menebangi pohon di suatu wilayah hutan hujan bisa jadi sangat merusak. Sebagai contoh, beberapa wilayah di hutan-hutan di sekitar kamp-kamp pengungsian di Afrika Tengah (Rwanda dan Congo) benar-benar telah kehilangan seluruh pohonnya.

  1. Pembuangan sampah yang sembarangan

Hampir semua warga kurang memahami betapa pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Dari hal yang kita anggap biasa, dapat menjadi sesuatu yang besar. Seperti keadaan sungai di desa Condong Kecamatan Gunung Jati, keadaan sungainya penuh dengan sampah.

Tetapi bukan hanya samaph yang mereka kumpulkan, tetapi batang-batang pohon pisang sehingga menyebabkan terhambatnya aliran sungai.

  1. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan penanaman kembali pada daerah/ hutan hutan yang baru di tebangi.
  2. Tidak adanya lagi tanah resapan untuk digunakan air sebagai tempat baginya beristirahat dikala hujan turun. Tidak ada lagi lahan hijau sebagai tempat resapan air tanah. akibatnya, ketika hujan tiba, tanah menjadi tergerus oleh air dan kemudian air terus meluncur tanpa adanya penghalang alami yang kemudian menyebabkan banjir.

  1. C.    Dampak dari Banjir

Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:

  1. Rusaknya areal pemukiman penduduk,
  2. Sulitnya mendapatkan air bersih,
  3. Rusaknya areal pertanian
  4. Timbulnya penyakit-penyakit
  5. Menghambat transportasi darat
  6. Banjir mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan adanya banjir, otomatis akan menganggu aktifitas sehari-hari. Sekolah terganggu, kerja terganggu, bersantai pun terganggu. Karena air banjir, semua aktifitas pun terganggu atau bahkan harus dihentikan untuk sementara waktu.
  7. Dapat mengganggu atau bahkan merusak perekonomian. Perekonomian terganggu karena banjir merendam sawah sehingga panen/ produksi padi terganggu, karena transportasi terputus bahan makanan yang diangkut oleh truk dapat membusuk atau mungkin membutuhkanbiaya tambahan karena harus mencari jalan alternatif walaupun lebih jauh, Produksi pabrik dihentikan sementara karena mesin produksi terendam air atau listrik dipadamkan sehingga mesin produksi tidak dapat dijalankan, dan masih banyak lagi sebab kerugian tidak berasal hanya dari rusaknya mesin tetapi juga bisa dari sisi terhambatnya / terganggunya produktifitas.
  8. Dapat merusak sarana dan prasarana. Banjir dapat menghancurkan rumah, gedung, jembatan, jalan dan masih banyak lagi.
  9. D.    Penanggulangan Banjir
    1. Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Karena sungai dan selokan merupakan tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi tempat sampah.
    2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah di dekat sungai adalah para pendatang yang yang datang ke kota besar hanya dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu peningkatan perekonomian, akan tetapi malah sebaliknya, merusak lingkungan. Itu sebabnya pemerintah harus tegas, melarang membuat rumah di dekat sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas datang ke kota dalam jangka waktu lama atau untuk menetap.
    3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Karena pohon adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Banyangkan, bila sebuah kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba.
    4. Menyadari sejak dini. Dengan menyadari bahwa cuaca kadang susah untuk diprediksi sehingga masyarakat harus selalu bersiap-siap setiap saat menghadapi banjir. Ingat, sebenarnya tidak ada yang namanya siklus 5 tahunan karena Indonesia yang beriklim tropis sangat dinamis cuacanya, jadi masyarakat harus selalu berjaga-jaga untuk menghadapi banjir.
    5. Buang sampah pada tempatnya. Coba kalau disuruh introspeksi diri. Berapa banyak sampah yang kita buang sembarangan dalam satu hari? Menurut sebuah artikel, minimal 10 sampah yang kita buang secara sembarangan per harinya! Nah, kalau gitu, coba deh kita kalikan dengan jumlah semua orang yang ada di Indonesia. Berapa juta sampah yang bisa kita hasilkan dalam satu hari?

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.